Thursday, March 22, 2012

The Psychology of The Rape Assailant

3/22/2012 02:53:00 PM


A. DEFINISI
Gebhard dkk menulis bahwa pemerkosaan adalah kejahatan yang cenderung dilakukan oleh pria dewasa yang berusaha mendapatkan apa yang mereka inginkan, baik itu uang, barang, wanita dan kejahatan seksual merupakan salah satu bentuk dari tindak kejahatannya tersebut.


Brown - Miller mengungkapkan bahwa pemerkosaan adalah kejahatan / kekerasan yang berdasarkan pada fakta sosiologis, fakta sejarah dan fakta ekonomi yang menganggap bahwa perempuan yang telah diperkosa sudah tidak lagi memiliki harga diri. Dengan demikian tindakan pelaku dianggap bukan merupakan perilaku patologis, tapi dianggap patologis dalam lingkungan sosial masyarakat dan sistem kepercayaan.

Penelitian secara ekstensif yang dilakukan terhadap para pemerkosa oleh Bridgewater Treatment Center for Sexually Dangerous Person mengindikasikan bahwa faktor-faktor seperti kondisi budaya (kultural) dan subkultural, faktor sosial-politik dan korban merupakan variabel yang saling berhubungan. Tindakan pemerkosaan yang dilakukan oleh individu merupakan ekspresi psikopatologi dari pemerkosa itu sendiri.

Dari studi yang dilakukan terhadap para pemerkosa oleh Glueck dkk, menunjukkan bahwa terdapat karekteristik spesifik dari seorang pemerkosa dalam hal pengalamannya dengan wanita, makna dari perilaku seksual, dan manajemen agresi yang berbeda dari seorang pemerkosa dibandingkan dengan pelaku kejahatan lainnya. Ditemukan bahwa terdapat tema utama/tema dasar yang muncul dalam setiap studi terhadap pemerkosa dari kejadian yang berulang, frekuensi ketidakberhasilan, dan pemerkosa yang tidak agresif hingga perilaku psikotik yang paling brutal, seperti perkosaan-pembunuhan. Pemerkosa berbeda antara satu dengan yang lainnya dari segi motivasi dan pola perilakunya.


B. 4 ASUMSI DASAR
Terdapat 4 asumsi dasar yang harus digarisbawahi dan diperhatikan saat mendiskusikan topik ini, diantaranya adalah:

Pemerkosaan adalah tindakan yang memiliki banyak makna, dan hanya akan dapat dimengerti melalui studi yang seksama terhadap konteks situasional suatu kejahatan, karakter psikologis dari pelaku dan hasrat yang menyebabkan seseorang melakukan tindakan kekerasan seksual.
Pelaku pemerkosaan memiliki resiko besar untuk mengulangi lagi tindak kejahatannya.
Meskipun sulit, para klinisian dapat membantu pelaku pemerkosaan untuk mengubah pandangan terhadap dirinya dan terhadap lingkungan yang membantunya untuk menempatkan diri agar resikonya untuk kembali melakukan tindakan pemerkosaan dapat diminimalkan.
Bagi beberapa pemerkosa, proses untuk berubah harus dilakukan dengan kondisi keamanan yang maksimal. 
C. EVALUASI PSIKOLOGIS
Perhatian klinisian ketika melakukan evaluasi psikologis terhadap pelaku pemerkosaan harus diarahkan pada beberapa area berikut ini, antara lain: 

Adaptasi para pelaku terhadap realitas/kenyataan yang melibatkan sense of reality, reality testing dan penerimaan terhadap realita.
Dasar kualitas dan intensitas dari penyimpangan seksual yang berhubungan dengan tujuan seksual dan sejauhmana perasaan agresif tersebut dihubungkan bangkitnya hasrat seksual.
Sikap sosial (social attitudes), tanggungjawab moral, pandangan mengenai benar atau salah dan sistem kepercayaan yang memotivasi pelaku untuk mengarahkan, menunda, dan melapaskan dorongan seksual dan agresifitasnya.
Kualitas dari kelekatan interpersonal dan keseimbangan antara self directed needs, feelings (narcissism), other directed feelings (object ties). Dengan kata lain keseimbangan antara kebutuhan dan perasaan terhadap diri sendiri dengan benda di luar dirinya
Kualitas penilaian terhadap diri sendiri yang dilakukan oleh para pelaku kejahatan yang tampak dalam self esteem, self confidence dan self image.
Adanya rasa terlibat dalam pengalaman hidup yang bermakna. Misalnya dalam pekerjaan, permainan dan sebagainya.
Tersedianya sarana pemuasan kebutuhan lain pada saat terdapat tekanan dalam hidup yang mencegah pemenuhan kebutuhan secara langsung
Kemampuan untuk memberikan perhatian, menerima dan memahami secara tepat kondisi emosional dan psikologis orang lain (empati), dan kemampuan untuk merespon dengan baik (kebijaksanaan, keharuan).
Mengatur dan menyalurkan dorongan agresif ke dalam cara-cara yang adaptive, seperti yang muncul dalam tindakan asertif, bekerja keras dan berusaha untuk menjadi ungggul/ahli dalam bidangnya.
  
D. FAKTOR-FAKTOR DALAM SEJARAH PERKEMBANGAN YANG MENYEBABKAN SESEORANG MENJADI PELAKU PEMERKOSAAN.
  Tidak ada sekumpulan faktor yang menyebabkan seseorang menjadi pemerkosa atau tidak. Seperti ketika seseorang mendapatkan pelecehan seksual di masa kanak-kanak, nantinya ia tidak selalu menjadi pelaku pemerkosa, begitu juga halnya dengan anak-anak yang suka menyiksa binatang, maka setelah dewasa nanti tidak dapat dipastikan bahwa ia akan menjadi seorang pelaku pemerkosaan.

    Ketidakhadiran ayah secara fisik maupun secara psikologis atau sosok laki-laki yang sangat berpengaruh dalam keluarga sangat penting ketika hubungan antara ibu dan anak terganggu. Hubungan tidak sehat yang terjalin antara anak dan ibu dapat menyebabkan penelantaran emosi, kekejaman dan anak pada akhirnya tidak menyukai ibu.

   Perkembangan gangguan sering berlanjut hingga tahun sekolah, tepatnya pada tahap latency, anak tidak mampu untuk beradaptasi dengan baik terhadap teman-teman dikelasnya. Hal ini kemudian dapat menimbulkan 2 pola perilaku pada anak. Di satu sisi anak akan menjadi menuntut untuk diperhatikan serta cenderung untuk merusak diri sendiri. Dan kadangkala bertindak hiperaktif. Di sisi lainnya anak dapat menjadi pasif agresif, menggerutu diam-diam. Pada akhirnya hubungan dengan teman sebaya tidak terbentuk, anak merasa terisolasi dan berkembang menjadi individu yang berbeda. Dan yang paling penting adalah keberadaan para guru di sekolah yang pada umumnya adalah perempuan. Pengalaman negatif yang dialami oleh anak akan diasosiasikan ke dalam diri sendiri bahwa semua perempuan yang nantinya akan menjadi ibu adalah buruk (”bad mother”).

   Dalam perkembangan seseorang, ada beberapa faktor yang harus diperhatikan karena nantinya hal ini dapat memungkinkan seseorang menjadi pelaku pemerkosa.

•         Early childhood years 
    Di awal masa kanak-kanak, terjadinya ”chaos”(hiruk pikuk/kekacauan) dalam keluarga, dapat menyebabkan anak beresiko tinggi untuk menjadi pelaku kekerasan seksual. seperti adanya anggota keluarga yang meninggal, terjadinya kecelakaan mobil atau kecelakan yang di dalam rumah, anak kehilangan orang tua, pengalaman dirawat di rumah sakit karena penyakit yang parah yang dialami oleh anak atau anggota keluarga, dan sebagainya.

      Meskipun beberapa contoh diatas dialami oleh seorang anak, tidak berarti nantinya ia akan menjadi pelaku kekerasan seksual. Hubungan yang kurang baik di dalam keluarga, adanya hambatan dan ketidakstabilan perkembangan pada masa kanak-kanak tidak selalu menyebabkan seseorang menjadi pemerkosa.

  •         Primary school years (latency period)
      Pada periode latensi, anak yang mengalami hambatan dalam perkembangan seksualnya atau dalam mengarahkan dorongan seksual maupun agresifitasnya akan menampilkan tindakan-tindakan yang berkaitan dengan penyimpangan seksual, terus menerus memikirkan/terokupasi pada hal-hal yang berbau seksual dan memiliki kemungkinan untuk melakukan agresifitas seksual.


•         Adolescent years
    Pada masa remaja, individu yang superegonya tidak berfungsi dengan baik, atau tidak memiliki suatu set moral yang baik dapat menyebabkan ia menjadi pribadi yang kurang matang. Hal ini dapat menyebabkan individu tidak dapat mengolah atau mengalihkan hasrat dan dorongan seksualnya ke cara-cara yang adaptive. Pada akhirnya muncul perilaku seperti masturbasi, telepon porno, terus-menerus memikirkan fantasi-fantasi seksual yang sadis, fetitisme, bermain seks dengan binatang, menggambar wanita dalam pose porno, masochistic self-mutilation, dan lain sebagainya.

  
E. DINAMIKA PEMERKOSAAN
Berdasarkan motivasinya, pelaku perkosaan dapat diklasifikasikan  ke dalam 3 golongan (Guttmacher & Weihofen).

Pemerkosa yang melakukan tindakan perkosaan karena adanya luapan perasaan akibat hasrat seksual yang terpendam. Atau pada homoseksual yang berusaha menyembunyikan sisi homoseksualnya.
pemerkosaan yang dilakukan juga dikarenakan keinginan untuk melepaskan hasrat seksual, namun pelaku merupakan individu yang sadis dan memiliki kebencian yang mendalam terhadap wanita
Tujuan utama pemerkosaan tidak hanya dikarenakan keinginan untuk memuaskan hasrat seksual, namun juga karena keinginan untuk memuaskan dorongan agresifitas. Pelaku biasanya berkepribadian antisosial.


Dari penemuannya, penulis mengemukakan beberapa hal yang dapat menjelaskan dinamika pemerkosaan.

Perkosaan dimotivasi oleh dorongan seksual yang sangat kuat yang dikontrol secara berlebihan
Perkosaan terjadi bukan karena rapuhnya pertahanan diri, tapi pertahanan diri itu sendiri yang sangat kuat melawan keinginan homoseksual
Perkosaan bukan hanya lambang dari ekspresi seksual, tetapi juga kebencian yang mendalam atau perasaan agresif terhadap wanita.
Perkosaan tidak hanya mengekspresikan dorongan seksual atau agresifitas. Tetapi memiliki kecenderungan yang lebih berbahaya. 
  
F. MOTIVASI UTAMA PEMERKOSAAN


Hasrat pelaku untuk menempatkan wanita dalam posisi yang lemah dan tidak berdaya. Sebenarnya pelaku merasa tidak berdaya dan membutuhkan pertolongan agar ia dapat memuaskan hasrat seksualnya. Dengan menempatkan seorang wanita dalam keadaan tidak berdaya, pelaku merasa dirinya menjadi berkuasa.
terjadi pada Unconscious level. Proyeksi identifikasi dari sikap pasif dan tidak berdaya yang dimiliki oleh pelaku. Individu tidak dapat menerima bahwa dirinya membutuhkan pertolongan. Dengan membuat korban menjadi tidak berdaya, pelaku merasa bahwa ia dapat menolak perasaan ketidakberdayaannya sendiri. 
Pelaku mengidentifikasikan dirinya dengan wanita yang dibuatnya tidak berdaya. Ia mendapatkan kepuasan seksual dengan mengidentifikasi dirinya pada perempuan, bersamaan dengan itu pelaku memiliki keinginan untuk diperkosa oleh laki-laki lain atau perempuan yang ”macho”. Ada keinginan dalam diri pelaku untuk didominasi.
  
G. KEKERASAN SEKSUAL
1. Aggressive Aim Rape

    Pemerkosaan dilakukan dengan tujuan untuk memuaskan hasrat agresifitas. Ciri-cirinya adalah:

Kekerasan seksual adalah hal yang utama dari tindakan agresif yang dilakukan pelaku
Perilaku seksual bukan ekspresi dari dorongan seksual, tapi dikarenakan keinginan untuk menyakiti korban.
Tindak kekerasan dimulai dari hal yang ringan hingga brutal.
Ketika aspek seksual muncul, mereka mulai bertindak agresif, seperti menusuk, memotong, merobek alat genital.dsb
Jika menikah, mereka akan mengalami kesulitan dalam menjalin hubungan dan mengalami hambatan dalam mengekspresikan kehangatan & emosi positif terhadap orang lain.
2. Sexual Aim Rape

            Pemerkosaan dilakukan karena keianginan untuk segera memauaskan hasrat seksual.

Tindakan perkosaan jelas dimotivasi oleh keinginan untuk memuaskan hasrat seksual, dan tingkat agresifitas pelaku juga berfariasi.
Perilaku agresif terutama digunakan untuk mendapatkan pelayanan seksual dari korban.
Lokasi kejadian diluar ruangan, pada umumnya korban adalah orang asing.
Ketika muncul keinginan untuk melepaskan hasrat seksual dalam diri individu, ia mulai berfantasi, di dalam pikirannya individu membayangkan bahwa ia sedang melakukan hubungan seksual dengan seorang wanita dengan berbagai macam fantasi gaya. Adanya fantasi ini membuat individu mencari wanita yang dapat memuaskan hasrat seksualnya. Siapapun wanita yang ditemuinya pada saat itu dapat menjadi korban pemerkosaan.

3. Sex Aggression Diffusion

Perilaku seksual (pemerkosaan) selalu diiringi oleh tindak kekerasan
Pelaku tidak mampu melakukan tindakan seksual tanpa adanya kekerasan
    Pola perilaku yang biasanya muncul adalah perkosaan yang dilakukan secara paksa, dimana para korban melakukan perlawanan dan pemerkosa akhirnya melakukan tindakan kekerasan yang lebih kejam. Pemerkosa bisa menjadi gila (hilang akal) dan melakukan tindakan yang sangat sadis terhadap korban. Setelah pemerkosa melakukan intercourse dengan korban, maka ia tidak lagi melakukan tindakan agresif dan perilaku sadis terhadap korban. Pemerkosa seringkali mengalami impoten jika wanita yang menjadi korbannya melakukan perlawanan.
    Agar hasrat seksualnya kembali bergairah, pelaku akan memancing gairah tersebut dalam olok-olok, memainkan gaya seksual dan membiarkan tindakan perlawanan yang dilakukan oleh pasangannya. Perlawanan yang dilakukan oleh korban dapat membangkitkan perasaan agresif yang kemudian menjadi lebih kuat dan bersemangat sehingga hasrat seksualnya bangkit kembali. Jika seorang korban semakin kuat dalam melakukan perlawanan, maka pelaku akan semakin menyukainya.
    Seseorang yang menunjukkan sex-aggression memiliki kesamaan sifat dengan yang ditemukan pada individu dengan karakter psikopatik. Seperti adanya perilaku anti sosial, kehilangan perhatian terhadap orang lain, kesulitan untuk bersikap toleransi dan  kurangnya fungsi kontrol.

           

4. Impulsive rape

            Pemerkosaan yang dikarenakan oleh dorongan seks yang muncul secara tiba-tiba.

Dalam melakukan tindak pemerkosaan, dorongan seksual dan agresif pelaku memainkan peran yang dominan.
Tindakan pemerkosaan muncul sebagai wujud dari ketidakmampuan untuk menunda pemuasan kebutuhan. Dengan kata lain pelaku ingin memuaskan hasrat seksualnya dengan segera
Pelaku melakukan tindak perkosaan dengan obyek yang paling dekat dengannya.
  
H. PROGNOSIS & TREATMENT
Beberapa hal yang harus diperhatikan sebelaum memberikan penanganan terhadap pelaku perkosaan antara lain:

Dari evaluasi klinis yang dilakukan, konselor dapat menentukan apakah seorang tersangka mengancam komunitas di sekelilingnya (kembali melakukan tindak pemerkosaan)
Apakan pelaku memang perlu ditangani dan apakan pelaku dapat ditangani oleh konselor (klinisian)
Dimana dan bagaimana penanganan (treatment) tersebut dijalankan.


Evaluasi klinis terhadap pelaku perkosaan, harus mencakup beberapa aspek berikut:

Ego Functioning (reality testing, impuls control dan kelekatan)
Intensitas dan tujuan dari dorongan agresifitas dan dorongan seksual pelaku.
Lingkungan disekitar pelaku yang merupakan sumber dukungan atau sumber tekanan
Evaluasi juga harus memperhatikan segala hal yang berkaitan dengan tindak kekerasan yang dilakukan pelaku. Alasan apa yang menyebabkan pelaku melakukan pemerkosaan.

      Treatment yang diberikan kepada pelaku pemerkosaan, dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu

Outpatient Management (rawat jalan)
Hal ini dapat dilakukan jika pemerkosa memiliki kriteria sebagai berikut:

Tidak memiliki riwayat tindak kriminal.
Tidak melakukan kekerasan fisik terhadap korban. Dan kondisi korban perkosaan tidak sampai meninggal dunia.
Ketika pelaku mampu melakukan penyesuaian diri ke arah yang lebih baik.
Pelaku benar-benar menyesal dan merasa bersalah atas perbuatannya.
Pelaku memiliki kemampuan dalam pekerjaan dan beradaptasi di lingkungan sosial.
Pelaku mendapat dukungan dari keluarga dan orang-orang terdekatnya.
Pelaku tidak mengalami gangguan mental yang serius.
Perlu diperhatikan bahwa adanya tekanan dan masalah dalam keluarga dapat menyebabkan individu (pelaku) terhambat dalam menjalani program penyembuhan.

Residential Treatment
Cara ini dilakukan jika pelaku memiliki ciri:

Tindak perkosaan yang dilakukannya benar-benar sadis dan brutal (korban perkosaan bisa sampai meninggal dunia)
Pelaku punya sejarah kekerasan sebelumnya.
Persepsi pelaku terhadap korban dan peran terhadap korban terganggu.
Pelaku kemungkinan besar akan kembali melakukan tindak kejahatan

Penanganan dengan cara ini membutuhkan waktu yang lama, bahkan hingga 8 tahun, hal ini diakrenakan pelaku harus mengubah seluruh fungsi adaptifnya.


            Dua hal penting yang harus diperhatikan agar tujuan treatment tercapai adalah:

Pelaku harus mengembangkan kepentingan yang bebas konflik dan keahlian yang bebas konflik sebagai sublimasi agar ia mampu memuaskan kebutuhannya dengan cara-cara yang dapat diterima oleh lingkungan
Terapis dan pelaku harus saling bekerjasama sehingga konflik, keinginan dan perasaan pelaku dapat ditreatment.

Diposting oleh

Berbagi informasi untuk semua. Internet, desain grafis, software dan lain sebagainya. Semuanya bebas untuk dinikmati disini. Jangan lupa tinggalkan komentar agar blog ini semakin maju dan tetap hidup. Terima kasih.

0 tanggapan, kritik, saran, serta komentar.:

Post a Comment


 

© 2014 Saonone's. All rights resevered. Designed by Templateism

Back To Top